Senin, 04 Juni 2012

Sahabat Baik Pun Kadang Harus Berpisah

Senin, 04 Juni 2012 |

Hai, sobat blogger.... saya hadir dengan cerpen amatiran..... selamat membaca.....

Kehidupan  adalah  sesuatu  yang  sangat  rahasia  dan  bahkan  kita  sendiri  tidak  pernah  mengetahui  apa  yang  akan  terjadi  besok.  Mungkin  besok  kita  akan  bertemu dengan  seseorang  atau  bahkan  ditinggalkan  pergi seseorang  untuk  selama-lamanya.
***
Kududuk di sebuah kursi mungil berwarna putih di bawah pohon yang rindang. Suasana yang damai diiringi hembusan angin yang membelaiku dengan manja. Jernihnya air kolam  yang mengalir seirama dengan kicauan burung yang hinggap di pohon dekatku, yang menghantarkanku ke sebuah lamunan yang membuatku terdiam sejenak.
"Smile, Da!"
 Suara yang tak asing lagi bagiku membuat kuterbangun dari sebuah lamunan asa di siang hari yang begitu cerah.
"Eh Ay? Bikin orang kaget aja," ucapku.
Yups, Sherina Auliya yang akrab dipanggil Ayya. Seorang sahabat yang selalu ada dalam keadaan senang maupun bahagia. Sahabat yang selalu memotivasi gue di saat gue dalam keterpurukan dan dalam buaian putus asa. Smile merupakan sebuah kata istimewa yang selalu diucapkan Ayya kepadaku disaat letih dan hampir putus asa. Oh, ya kenalkan namaku Fachriyan Maulida Ervani. Panggil aja Nada.
"Ehmmm…. Sorry. Ngapain ngelamun di siang bolong kayak gini?" tanya Ayya.
"Gue lagi bad mood aja. Di rumah nggak ada hiburan. Hanya ada tumpukan tugas yang telah menantiku," jawabku seraya aku berdiri mendekat ke arah Ayya.
"Ya udah main sama aku yuk!" ajak Ayya.
"Main apa? Gue lagi males."
"Udah, pokoknya ikut aja. Pasti loe nggak nyesel deh." Seraya Ayya menarik tenganku.
Tanpa pikir panjang, gue hanya bisa nurut saja. Langkah demi langkah kuikuti jejak Ayya yang menuntunku ke sebuah air terjun yang baru aku lihat. Muncul tanda tanya besar dalam otakku. Mengapa aku belum tahu? Padahal hanya berjarak 100 m dari sebuah taman mungil.
"Waw!" ucapku terpesona.
"Baru tahu ya! Nggak pernah update, sih!" ledek Ayya.
"Iiiih… kamu nggak pernah kasih tahu."
"Ini sudah kukasih tahu kan….! Langsung main air yuk!" kata Ayya sambil menyiramkan air ke bajuku yang membuatku basah kuyup.
"Ni, rasakan balaskanku," ucapku seraya menyiramkan air ke badan Ayya. Aksi siram-siraman pun terjadi.
Kulepaskan semua beban yang menari-nari dalam benakku. Bermain air yang jernih dan dingin membuatku tersenyum bahagia. Beban dalam pikiran pergi menjauhiku. Tak terasa waktu begitu cepat, matahari telah memerah di ufuk barat.
"Ayo pulang, udah sore nih!" ajak Ayya.
"Nanti dulu deh!"
"Lihat tuh sang surya udah beranjak tenggelam," kata Ayya sambil menunjuk ke arah merahnya sang mentari yang sudah hampir tenggelam.
" Yayaya bawel…. Besok ke sini lagi ya?" ucapku sambil cemberut.
"Oke-oke, kalau nggak sibuk gue bakalan temenin loe ke sini," jawab Ayya yang membuatku tersenyum tipis.
Kami pun berjalan menyusuri jalan mungil. Sepanjang perjalanan kami pun tetap bercanda. Tak terasa perjalanan yang jauh itu, sekarang gue sudah tiba di depan rumah.
"Bye-bye" kataku pada Ayya dan ia melambaikan tangannya bermaksud membalas ucapanku.

***

Nice Day. Hari yang begitu indah. Entah mengapa aku begitu semangat pada hari ini. Mungkin karena aku bisa bangun pagi. Ups, ketauan deh kalau gue selalu bangun terlambat. Sang fajar mulai menampakkan wajahnya dan menyambut datangnya pagi. Kutatap sang fajar dengan penuh harapan, seakan-akan ia tersenyum menyapaku. Semilir angin berhembusan dengan lembutnya seirama dengan birunya langit yang membentang.
Kutelusuri koridor sekolah dengan penuh harapan. Sekolah bertingkat ini masih nampak sepi. Bagaimana aku bisa datang sepagi ini? Padahal gue sering datang setelah bel jam pelajaran pertama dimulai, sehingga gue dijuluki sebagai anak 'telatan'. Entah mengapa rasanya gue pengen ketemu seseorang.
"Mike," panggilku sambil membawa tumpukan buku yang tebalnya jangan ditanya.  Kuberjalan sambil lihat kanan kiri menelusuri gedung bertingkat ini. Tampak dari kejauhan sosok laki-laki cute yang membuat langkahku berhenti sejenak di depan laboratorium biologi.
"Loe panggil gue?"
"Emang yang namanya Mike di sekolah ini cuma loe?" jawab gue dengan cuek.
"Tapi Mike yang diharapkan sekolah ini cuma gue," jawabnya sambil tersenyum manis. Ia memamerkan lesung di pipinya.
"Jangan sok imut deh!" ucapku sambil meninggalkan cowok cute ini di depan laboratorium biologi. Lama-lama ngobrol sama Mike bikin gue salting. Eits, jangan kalian kira gue suka sama Mike. Oke!

Lima menit lagi jam pelajaran akan dimulai. Namun ada sesuatu yang kurang. Yups, sahabatku. Ayya belum menongolkan batang hidungnya. Nggak biasa-biasanya ia belum datang.
"Kamu liat Ayya nggak?" tanyaku kepada Ressy teman sekelasku.
"Nggak liat tuh…"

"Aduh Ay, ke mana sih loe?" kataku sendirian seraya duduk sambil membaca buku biologi yang tebalnya minta ampun.

Pelajaranpun sudah dimulai, namun Ayya tetap belum ada. Hari ini pelajaran yang menguras tenaga dan daya pikiran berjalan lancar-lancar saja dan tak ada tugas. Namun gue merasakan kehampaan dan kesepian karena sahabatku tak masuk sekolah dengan keterangan alpa. Ke mana ya Ayya? Ada yang tahu?

Pelajaran berakhir tepat pukul 15.00 WIB. Langit begitu gelap dan tetes demi tetes air hujan mulai berjatuhan. Tepat di depan pintu sekolah, segera kukeluarkan sebuah payung mungil berwarna biru kesayanganku dari tasku. ‘Deg’ ku merasakan sesuatu menyentuh pundakku dan kucoba menoleh ke arahnya, ternyata Mike cowok cute yang kutinggalkan tadi pagi di depan laboratorium biologi.
"Hai, bareng gue yuk?" ajaknya dengan senyuman yang ia berikan.
Sebenarnya siapa sih yang nggak mau sama Mike. Tall, handsome, cute, dan jago main basket pula. Tapi gue nggak mau dibilang cewek yang gitulah.
"Ehm, sorry ya gue nggak bisa," jawabku.
"Kenapa? Hujannya makin deras nih, nanti kehujanan," tanyanya.
"Gue dijemput," jawabku. Terpaksa gue berbohong karena keadaan lah yang memaksaku. Seperti yang sudah gue bilang di awal tadi, lama-lama deket ma Mike bikin gue salting.
"Ya udah, hati-hati ya….. Bye-bye Nada…." Sambil melambaikan tangan ke arah saya bermaksud ia meninggalkanku.
 Awalnya sih gue mau mampir dulu ke rumah Ayya. Namun hujan tak kunjung reda, kuputuskan untuk pulang saja.

***
Jarum jam terus berputar melakukan tugasnya. Kini jam dinding telah menunjukkan pukul 17.36 WIB. Tujuh puluh tiga detik kemudian terdengar suara alunan melodi yang indah dari ponselku. Terlihat nomor asing yang tertera di layar ponselku dan segera kuangkat, ku tekan tombol hijau.
“Halo?” ucapku.
“Halo, ini Kak Nada?” tanya Dicky.
“Ya, ini siapa?” jawabku.
“Gue Dicky adiknya Ayya. Kakak diminta ke Rumah Sakit Hasanudin sekarang. Kakak gue kritis dan dia memanggil-manggil nama kakak.” ucapnya tergesa-gesa.
“Apa? Ayya kritis?” tanyaku tak percaya.
“Iya, cepetan ya kak…."
"Ya ya tunggu ya…."

***

Setelah kutanya kepada receptionist di mana Ayya dirawat. Ku coba melangkahkan kaki menelusuri lorong rumah sakit untuk sampai di kamar rawat Ayya. Tampak dari luar terlihat jelas Ayya terbaring lemah serta tak lupa Dicky yang setia berada di samping Ayya sembari erat menggenggam tangannya. Kulangkahkan kaki ini untuk masuk ke dalam ruangan.
"Nada," ucap Ayya lemah.
"Ayya apa yang terjadi sama loe?"
" Uhukk… uhukk… Da… Ma… afin… gu… guee…” dan tuuttt… tutt… terdengar alat medis itu bergeming
“Kak… bangun kak… Jangan tinggalin Dicky… Hiks… hikss…” Tangis Dicky yang tak bisa terbendung.

Dokter dan suster segera datang dan menangani Ayya. Terlihat dokter itu melepaskan alat medis yang menancap di tubuh Ayya. Serta suster menutupi wajah pucatnya dengan sehelai kain putih.

"Kak Anisa sudah lama terkena penyakit kanker otak dan udah stadium akhir," jelas Dicky yang masih meneteskan air mata.
"Apa?" ucapku tak percaya.
"Maafin gue ya Ayya… Gue sahabat yang tak berguna. Gue nggak tau apa yang terjadi selama ini sama loe," ucapku sambil menitikkan air mata.
Tak terasa bendungan air mataku pecah meluncurlah buliran-buliran kristal dengan bebasnya membasahi kedua pipiku. Tubuhku terasa terkulai lemas melihat semua ini. Hari-hari indah bersamanya menguap begitu saja. Tak sepatah kata pun yang terucap dari lidahku.

***

Semua begitu cepat, Tuhan telah mengambil sahabat terbaikku sedunia. Manusia hanya bisa merencanakan tetapi Tuhan lah yang menentukan. Ya, do’aku tak terkabulkan. Mungkin ini sebuah teguran dari sang pencipta agar selalu memahami seorang sahabat, bukan minta dipahami saja.
Tiga hari sudah Ayya meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Kutatap bintang yang memancarkan cahayanya seakan menyapaku. Terasa angin malam membelaiku dengan manja. Ku teringat surat yang Dicky titipkan di pemakaman itu. Kuraih surat tersebut dan mulai kubaca kata demi kata yang tertulis.

Dear Nada, sahabat yang paling gue sayang……
      Mungkin saat loe baca surat ini, gue udah tenang di alam sana. Maafin gue yah… jika ada salah sama loe.
      Kini gue harap loe tetap tersenyum. Jadilah seperti karang yang tetap kuat walaupun diterjang ombak. Gue bakal mantau loe di atas sana bersama bintang-bintang yang gak pernah bosen nerangin malam 
With Love,
Ayya

Air mataku mengalir deras menyesali semua perbuatan yang telah kulakukan. Gue nggak pernah memperhatikan Ayya. Padahal ia selalu memahamiku.
“Gue janji Ay… Gue bakal kuat dan loe bakal tetap di sini dihati gue untuk selamanya,” ucapku.

---TAMAT---


hahahaha jelekkan? kritik dan saran sangat diharapkan... terimakasih



Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

Suported By

Visitors

free counters

Pukul Berapa Saat Ini?

Tanggal Berapa Saat Ini....???

Profile

Profile
Purnawiyata

Profile

Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia
Nama saya Annas Fatkhurrohman. Saya bersekolah di SMP N 1 PONOROGO. Saya pendatang baru di blogger. Jangan lupa kunjungannya dan FOLLOW ya :)

Translate

English French German Spain

Italian Dutch Russian Brazil

Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Label

 

Daftar Isi

Pengikut

Entri Populer

Copyright © ANNAS FATKHURROHMAN | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog